PEMBERONTAKAN DI/TII
1.
PEMBERONTAKAN
DI/TII DI JAWA BARAT
Pemberontakan
DI/TII mulanya terjadi di Jawa Barat dibawah pimpinan Kartosuwiryo. Beliau adalah
pemimpin penggerak umat Islam yang bercita-cita untuk mendirikan suatu Negara Islam
di Indonesia. Gerakan Kartosuwiryo berpusat di Jawa Barat tetapi pengaruhnya
meluas hingga Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan.

Pada tanggal 7 Agustus
1949, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).
Dalam usaha menumpas
pemberontakan DI/TII dilaksanakan operasi militer mulai tanggal 27 Agustus
1949, namun tidak berjalan dengan lancer, maka dilaksanakan operasi Bhratayuda
dengaan taktik Pagar Betis, DI/TII dapat diberantas. Kartosuwiryo dapat
ditangkap di Gunung Geber, Majalaya pada tanggal 4 Juni 1962.
2.
PEMBERONTAKAN
DI/TII DI JAWA TENGAH
Pemberontakan
DI/TII di Jawa Tengah dibawah pimpinan Amir Fatah yang bergerak di daerah
Brebes, Tegal dan Pekalongan. Dan Mohammad Mahfud Abdul Rachman (Kiay
Sumolangu). Untuk menumpas pemberontakan ini maka pada bulan Januari
1950 pemerintah melakukan operasi kilat yang disebut “Gerakan Benteng Negara”
(GBN) di bawah pimpinan Kolonel Sarbani (selanjutnya diganti Letnan Kolonel M.Bahrun dan kemudian oleh Letnan Kolonel A.Yani).
Dalam kepemimpinan
Letkol A.Yani dalam menumpas di Jawa Tengah dan Gerakan ke timur dari DI
Kartosuwiryo, yang gerakannya meningkat dengan melakukan terror terhadap
rakyat, maka dibentuklah pasukan yang disebut “Banteng Raiders”, kemudian diadakan perubahan gerakan banteng dari
defensif menjadi ovensif. Gerakan menyerang musuh dilanjutkan dengan fase
pembersihan. Sehingga tidak member kesempatan terhadap musuh untuk menetapkan
dan konsolidasi di suatu tempat. Operasi tersebut telah berhasil membendung dan
menghancurkan ekspansi DI ke timur, sehingga rakyat Jawa Tengah terhindar dari
bahaya kekacauan dan gangguan keamanan dari DI/TII.
3.
PEMBERONTAKAN
DI/TII DI ACEH

Untuk menumpas
gerakan DI/TII di Aceh pemerintah menggunakan kekuatan senjata, namun atas
prakarsa Kolonel M. Yasin, Panglima
Daerah Militer I/Iskandar Muda, pada tanggal 17 – 21 Desember 1962
diselenggarakan “Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh” yang mendapat dukungan
tokoh-tokoh masyarakat Aceh sehingga pemberontakan DI/TII di Aceh dapat
dipadamkan.
4.
PEMBERONTAKAN
DI/TII DI SULAWESI SELATAN
DI/TII
di Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakar, yang semula adalah
pejuang di JAwa. Sekmbalinya ke Sulawesi Selatan, Kahar Muzakar menghimpun dan
memimpin lascar-laskar gerilya di daerah ini, yang kemudian bergabung dengan
Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS). Pada tanggal 30 April 1950 Kahar
Muzakar menuntut kepada pemerintah agar pasukannya yang tergabung dalam KGSS
dimasukkan ke dalam Angkatan Perang RIS (APRIS).
Tuntutan
itu ditolak dan diadakan pendekatan kepada Kahar Muzakar dengan member pangkat
Letnan Kolonel. Akan tetapi pada tanggal 17 Agustus 1951 Kahar Muzakar beserta
anak buahnya melarikan diri ke hutan dan melakukan aksi dengan melakukan terror
terhadap rakyat. Untuk menghadapi pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan ini
pemerintah melakukan operasi militer. Baru pada bulan Februari 1965 Kahar
Muzakar berhasil ditangkap dan ditembak mati sehingga pemberontakan DI/TII di
Sulawesi dapat dipadamkan, karena harus melalui penyaringan.
5.
PEMBERONTAKAN
DI/TII DI KALIMANTAN SELATAN
DI/TII
di Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar dengan pasukannya yang
bernama Kesatuan Rakyat Yang Tertindas (KRYT), melakukan pemberontakan dengan
menyerang pos TNI sejak pertengahan Oktober 1950.
Untuk menyelesaikan
pemberontakan Ibnu Hajar, pada awalnya pemerintah bersikap lunak dengan
memberikan kesempatan kepadanya untuk kembali ke pasukan RI. Langkah tersebut
gagal, bahkan Ibnu Hajar mengelabui pemerintah untuk mendapatkan senjata. Pemerintah
melakukan operasi militer. Tahun 1963 Ibnu Hajar dapat ditangkap dan kemudian
dijatuhi hukuman mati.